Netraning Trisula Kusumaning Sudira

Thursday, June 25, 2020

Mantra dalam Lirik Lagu Kidung Wahyu Kolosebo


Ada beberapa level permohonan kepada Tuhan di dalam khasanah Jawa. Manusia tidak hanya diberi hak untuk meminta saja, namun manusia juga diberi hak untuk semacam tawar-menawar dengan Tuhan atas nasibnya.

Maka lagu kidung yang merupakan gubahan dari Sri Narendra Kalaseba ini termasuk level Mantra atau tawar-menawar tersebut. Perlu diketahui, bahwa kidung ini digubah diciptakan oleh Sri Narendra Kalaseba, jadi pencipta Kidung Wahyu Kolosebo ini bukan Kanjeng Sunan Kalijaga seperti informasi yang berkembang di kalangan masyarakat Jawa belakangan ini. -- Out of topic, sedikit menyinggung tentang Sri Narendra, saya sangat tertarik dengan tosan aji-tosan aji di rumah beliau.

Seperti bahasa mantra pada umumnya, sangat susah bahkan tidak bisa dicari arti atau kandungan makna sejati dari Kidung Kalaseba ini. Jadi yang bisa dilakukan hanyalah mendekatinya dengan tafsir, kecuali jika benar-benar ingin tahu makna yang sejati maka sebaiknya langsung tanya saja ke penciptanya. Tapi, tetap masih ada 'titipan-titipan' tersirat pada lirik-lirik kidung ini yang perlu digali.
 
gambar foto setan gentayangan pada gambar kidung wahyu kolosebo
Lirik Kidung Wahyu Kalaseba
Syair Kolosebo yang merupakan ciptaan dari Sri Narendra Kalaseba ini terdiri dari 9 (sembilan) bait pupuh. Rasa-rasanya ini cocok karena mewakili lama tahun pembuatannya, yaitu sekitar 9 tahun.

Mari perhatikan lirik dari Kidung Wahyu Kalaseba beserta artinya di bawah ini.
 

Lirik Lagu Kidung Wahyu Kolosebo dan Artinya

 

Pupuh 1 Kolosebo

Rumeksa ingsun laku nista ngaya-wara
Arti: Kujaga diri dari perbuatan jahat yang tak terkendali
Kelawan mekak hawa-hawa kang dur angkara
Arti: Serta meredakan nafsu-nafsu yang jahat
Senadyan setan gentayangan tansah gawe rubeda
Arti: Meskipun setan berkeliaran dan selalu membuat celaka
Hinggo pupusing jaman
Arti: Hingga berakhirnya zaman
 

Pupuh 2 Kolosebo

Hameteg ingsun nyirep geni wisa murka
Arti: Sekuat diri mematikan gejolak kemurkaan
Maper hardening panca saben ulesing netra
Arti: Mengendalikan panca indera dalam setiap kedipan mata
Linambaran sih kawelasan ingkang paring kamulyan
Arti: Dilandasi kasih sayang dari Sang Pemberi Kemuliaan
Sang Hyang Jati Pengeran
Arti: Sang Maha Sejati Tuhan
 

Pupuh 3 Kolosebo

Jiwangga kalbu samudra pepuntaning laku
Arti: Menempati kalbu sang samudera pemandu perbuatan
Tumuju dateng Gusti Dzat Kang Amurba Dumadi
Arti: Menuju kepada Tuhan Dzat Yang Maha Pencipta
Manunggaling kawula Gusti krenteg ati bakal dumadi
Arti: Menyatunya hamba dengan Tuhan maka kehendak hati akan terjadi
Mukti ingsun tanpa piranti
Arti: Diri ini berdaulat tanpa sarana
 

Pupuh 4 Kolosebo

Sumebyar ing sukma madu sarining perwita
Arti: Memancar di jiwa sang madu sarinya perwita
Maneka warna prada mbangun praja sampurna
Arti: Bermacam-macam warna prada membangun pribadi yang sempurna
Sengkala tidha muksa kala bendu nyata sirna
Arti: Kesialan musnah, matapetaka benar-benar sirna
Tyasing rasa mardika
Arti: Timbulah rasa bebas tidak terbelenggu
 

Pupuh 5 Kolosebo

Mugiya den sedya pusaka Kalimasada
Arti: Semoga dengan berbekal pusaka Kalimasada
Yekti dadi mustika sajeruning jiwa raga
Arti: Seutuhnya jadi mestika di kedalaman jiwa raga
Beja mulya waskita digdaya bawa leksana
Arti: Beruntung mulia waskita sakti berwibawa
Byar manjing sigra-sigra
Arti: Tertancap tumbuh memancar-mancar
 

Pupuh 6 Kolosebo

Ampuh sepuh wutuh tan kena isa paneluh
Arti: Sakti sepuh lengkap tidak bisa diguna-guna
Gagah bungah sumringah ndadar ing wayah-wayah
Arti: Gagah riang gembira di sepanjang waktu
Satriya tata sembada wiratama katon sewu kartika
Arti: Kesatria pemberani sang perwira dengan seribu bintang
Kataman wahyu kalaseba
Arti: Tertimpa wahyu kalaseba
 

Pupuh 7 Kolosebo

Memuji ingsun kanthi suwita linuhung
Arti: Diri ini memuji menghadap Maha Tinggi
Segara ganda arum suhrep dupa kumelun
Arti: Amat harum seperti dupa yang semerbak
Tinulah niat ingsun hangidung sabda kang luhur
Arti: Mengolah niat saya, melantunkan syair perkataan yang luhur
Titahing Sang Hyang Agung
Arti: Perintahnya Sang Maha Agung
 

Pupuh 8 Kolosebo

Rembesing tresna tandha luhing netra rasa
Arti: Meresapnya kasih sayang tanda airnya mata batin
Rasa rasaning ati kadyo tirta kang suci
Arti: Rasa hati merasa seperti air yang suci
Kawistara japa mantra kondang dadi pepadang
Arti: Terwujudnya japa mantra yang hebat jadi penerang
Palilahing Sang Hyang Wenang
Arti: Perkenan Sang Maha Berwenang
 

Pupuh 9 Kolosebo

Nawadewa jawata tali santika bawana
Arti: Dewa-dewa menjadi tali kekuatan alam semesta
Prasida sidhikara ing sasana asmaralaya
Arti: Abadi memuji di taman surga
Sri Narendra Kolosebo, winisuda ing gegana
Arti: Sang Paduka Kolosebo dilantik di langit
Datan gingsir sewu warsa
Arti: Tidak akan redup meskipun seribu tahun
 

Pembahasan Kandungan Makna Syair Lagu Kidung Wahyu Kolosebo


Pertama mendengar syair kidung ini sekitar beberapa tahun lalu, pertama tak terlalu memperhatikan kandungannya. Belakangan ini baru memperhatikan kandungan maknanya per baris per bait dan keseluruhan isi.

Keseluruhan isi Kidung Wahyu Kalosebo bercerita tentang proses perjalanan hidup manusia, dari titik terbawah menuju hingga berada di titik atas. Titik atau tahap terbawah berada di pupuh awal yang ditandai dengan 'rumekso laku nista ngoyo woro' dan 'kelawan mekak howo kang dur angkoro'. Pada titik ini manusia berjuang mengendalikan nafsu sehingga tidak ada lagi nafsu angkara murka di dalam diri bahkan perjuangan ini tidak boleh berakhir meski sampai kiamat diri, ditegaskan dengan kata 'hinggo pupusing jaman'. Manusia siapapun, entah yang penjahat maupun yang sudah jadi wali pun tetap memang harus mengucapkan 'ihdinash-shirootol mustaqiim' ketika Seba.

Pada pupuh 2 bagian akhir, yang menarik yaitu terkandung makna bahwa sesuatu apapun itu hanya akan 'sreg manjing' jikalau dilandasi dengan kasih sayang. Awal mula pencipataan alam semesta memang berdasarkan 'kasih sayang', Tuhan berkata kepada Nur Muhammad, 'kalau bukan karena Cinta kepada engkau ya kekasih, Aku tidak akan menciptakan alam semesta'.

Sementara menginjak pupuh 3, manusia sudah dalam tahap 'manunggaling kawulo lan Gusti', 'jumbuhing kawula lan Gusti', selarasnya antara keinginan seorang hamba dengan kehendak Tuhannya. Tahap dimana kenginan diri ini sama persis dengan apa yang dimaui oleh Tuhan, sehingga kita bisa 'mukti' tanpa harus ada 'sarana'.

Jikalau di pupuh 3 berbicara tentang keinginan dan kehendak hati, maka di pupuh 4 lebih ke karakter kepribadian dan jiwa. Puncak dari pupuh 4, yaitu menjadi pribadi yang sempurna dan berdaulat. Puncak ini dicapai dengan 'maneko warno prodo', mau tidak mau kesempurnaan baru bisa dipijak dengan barmacam-macam ilmu kebaikan dan keindahan.

Pada pupuh 5 inilah merupakan pupuh-pupuh tengah atau 'pancer'. Di titik inilah yang disebut 'papan kang tanpa kiblat'. Manusia tidak berada di barat atau timur, 'la syarqiyyah wa laa ghorbiyyah' serta 'yakaadu zaituha yudiii u walaulam tamsas hu naar', memancar-mancar meskipun tidak disentuh dengan 'api'. 

Sementara pupuh selanjutnya atau pupuh 6, merupakan penjabaran dan keadaan manusia jika sudah 'ketaman wahyu kolosebo' atau mencapai titik yang tinggi. Manusia menjadi pribadi yang lengkap jangkep, sepuh, dan ampuh, serta selalu terjaga disepanjang waktu. Manusia sudah menjadi 'satriya pinandita sinisihan wahyu', kesatria yang dibimbing langsung oleh Tuhan.

Pupuh 7 bercerita bahwa manusia yang telah berada di tahap 'pupuh 6', tetep dituntun untuk 'mendakwahkan' apa saya yang diperintahkan oleh Tuhan, menyebarkan pujian kepada Tuhan.

Pada pupuh 8, manusia telah memiliki rasa kasih sayang yang merupakan tajali dari Tuhan, 'rasa manungsa handulusih'. Serta apapun yang ia tindakan di dunia ini hanyalah semata-mata untuk menyenangkan Tuhan, yaitu salah satu dengan cara 'memayu' atau mempercantik apa aja. 

Titik puncak yaitu pupuh akhir, manusia menginjak pada 'hana urip wening suci', 'urip cahyaning gusti, atau 'nuurun alaa nuur'. Allah lah Cahaya di atas Cahaya, sedangkan manusia pada titik ini merupakan lapisan Cahaya dari Cahaya Alloh. 

 

Penutup


Ingin rasanya menganalisis dengan metode Sinengkalan atau Candra Sengkala, terutama pada pupuh-pupuh terakhir. Mungkin akan ada pada postingan yang akan datang, hanya mungkin.

Akhir dari penjelasan dan penjabaran tentang kandungan makna dari lirik syair lagu Kidung Wahyu Kolosebo ini, saya sebagai 'pengarang' analisis-analisis per pupuh ini mohon maaf jika ada pihak yang tidak berkenan dengan ini. Semua ini hanya menurut pengetahuan dan analisis dari saya pribadi. Oh ya, kami tidak menyediakan link download full mp3 atau video untuk lagu kidung ini, silahkan bisa menuju ke halaman resminya. Silahkan tinggalkan komentar kritik atau saran atau apa saja pada bagian bawah artikel ini.

Sirat Surat:
1. Al Fatihah
2. Annur 35 [Tafsir: Alloh-lah Cahaya di atas Cahaya]

Thanks for reading Mantra dalam Lirik Lagu Kidung Wahyu Kolosebo.

0 Komentar:

Post a Comment

Kritik dan saran dari para pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan artikel tersebut.