Sejarah Singkat Beras Rojolele Delanggu
Delanggu Daerah Penghasil Beras
Kalau berbicara mengenai Beras Delanggu, maka yang mengenal akan langsung terbayang beras
Rojolele (Rajalele). Tapi dahulunya beras yang benih padinya ditanam di
Delanggu dan sekitarnya, bukan hanya Raja Lele, memang terkenal enak gurih
legit dan mak-nyus. Seakan-akan tanah Delanggu (mungkin juga karena airnya) cocok
dan pas jika untuk ditanami padi, lemah
nDelanggu iku jodone pari. Seperti di daerah Temanggung, ada lahan beberapa
hektar yang jodo terhadap tembakau,
satu-satunya tempat yang berkenan menjadikan mBako Srintil. Jika Temanggung merupakan daerah penghasil tembakau srintil, maka Delanggu merupakan daerah penghasil beras, khususnya beras Rojolele.
Saat ini, produksi padi Delanggu jauh berkurang. Ini rasanya bukan karena luas lahan berkurang, luas lahan sawah tak jauh berubah dari puluhan tahun lalu. Rasanya ini karena beberapa faktor lain; pertama soal air irigasi yang terhenti di barat delanggu dan 'menguap' ke negara lain; kedua, keadaan orde saat ini menuntut untuk mengindustri sehingga tak ada suasana dan aura nyawah (pun kalau sedang panen harga padi turun drastis karena ada hujan padi dari luar angkasa); ketiga, yang terakhir karena terlanjur tak sadar terus-menerus menggunakan pupuk kimiawi yang petani kita sendiri tidak tau kalau itu merusak kualitas tanah. Begitulah rasa-rasanya, masih mending kalau sampai saat ini ada yang mengatakan bahwa 'beras Delanggu itu tinggal karungnya', bisa-bisa beberapa puluh tahun lagi 'beras Delanggu itu tinggal cerita', atau bahkan kelak cucu-cucu orang Delanggu tak ada lagi yang tahu apa itu 'beras Delanggu'.
Persawahan Delanggu Senja Hari (Sumber gambar: fb.com/vera.indarto) |
Sang Pahlawan Rojolele di Masa Orde Baru
Tulisan pada sub
bab 'Sang Pahlawan Rojolele Delanggu di Masa Orba' ini merupakan intisari dari tulisan Brian
Winata.
Ada yang kenal
Gatot Surono? Dia adalah Orang yang dituduh Kiri oleh Orde Baru. Beliau pernah
dijebloskan ke dalam penjara sepulang dari kuliah ikatan dinas selama kurang
lebih 4 tahun di China.
Beliau bergelar
Doktor, tapi justru menjadi seorang pekerja pabrik karena susah mendapat
pekerjaan. Alasannya susah mendapat suatu pekerjaan yaitu karena beliau dicap
sebagai Orang Kiri.
Atas bantuan dari
seorang Uskup, beliau bekerja di Pabrik Penyulingan. Itu pun beliau masih
diracekin oleh rekan sepabriknya yang merupakan pensiunan tentara. Akhirnya
beliau dipecat. Beliau dipecat dengan hormat, karena jasanya pada pabrik sudah
membuat pabrik penyulingan tersebut menjadi maju. Jadi, sebenarnya alasan
pabrik memecat beliau karena tekanan dari seorang pensiunan tentara tadi.
Beliau
diberhentikan dengan mendapat pesangon. Dari pesangon yang beliau dapat tadi,
beliau menyewa tanah di desanya untuk bertani dan menggarap sawah. Beliau di
desanya menanam padi dengan cara alami sekitar tahun 1984.
Perlu diingat
kembali sejarah bahwa pada tahun-tahun tersebut memang Orde Baru sedang
gencar-gencarnya menggelorakan Swasembada Beras. Pada waktu itu juga semua
sistem dan aturan tanam padi mau tidak mau harus berdasarkan paket yang diminta
oleh Orde Baru. Tapi, beliau tak mau.
Seorang Gatot
Surono tetap gigih menanam padi dengan cara alami (organik) tidak menggunakan
bahan-bahan kimia, yang kata beliau tidak akan mencemari tanah dan lingkungan.
Alasan lain, beliau ingin melanjutkan sistem cara tanam warisan dari
leluhurnya.
Akhirnya beliau didatangi tentara kembali. Padi beliau dicabuti, dan beliau dipenjara lagi di
Koramil kurang lebih selama 4 bulan, dengan tuduhan melawan Orba. Tapi beliau
tetap gigih, menyuruh orang lain untuk menanam kembali tanaman padi tersebut.
Hingga pada suatu
ketika beliau Panen Besar. Beliau mengundang tentara-tentara Koramil tadi untuk
syukuran, acara makan-makan di rumah beliau dengan nasi hangat yang beraroma
harum dan legit serta lauk pauk khas desa.
Tentara tersebut
kemudian bertanya kepada beliau, "Saya belum pernah makan seenak ini
sebelumnya. Nasinya juga enak dan beda. Ini Beras apa?".
Dijawab oleh Pak
Gatot, "Beras itu saya namakan Raja Lele (Rajalele). Itu dari benih padi
yang bapak-bapak larang saya untuk menanamnya dan bapak-bapak cabuti
kemarin".
Tentara tersebut
sontak kaget dan berkata, "Mbah, saya minta maaf. Saya ini cuman Aparat.
Saya menjalankan perintah. Saya dapat laporan, kalo saya tidak menjalankan
perintah tersebut saya dipecat".
Mbah Gatot
menerima itu dan berkata pada tentara-tentara tersebut untuk tidak melarang
kegiatannya lagi, karena beliau berencana mengajarkan itu ke semua petani di
desanya.
Yaa...
Kawan-kawan, Gatot Surono adalah seseorang Pahlawan Pertanian yang mengharumkan
nama Indonesia karena menciptakan dan melambungkan bibit beras Rajalele hingga
dikenal mancanegara.
Beliau dicap Kiri
bertahun-tahun. Beliau mendapat perlakuan kurang mengenakan dari Orde Baru
selama berpuluh-puluh tahun karena dianggap Komunis. Tapi itu tak menyurutkan
niat beliau untuk mengabdi pada Negara, hingga nama beras Raja Lele miliknya
dikenal masyarakat dan menjadi beras dengan citra dan kualitas unggul.
Gatot Surono saat
ini telah meninggal. Beliau meninggal pada tanggal 19 Agustus 2019 lalu, tepat
dua hari setelah ulang tahun Kemerdekaan ke-74 Republik Indonesia. Terimakasih
Mbah Gatot, namamu akan selalu hidup dalam benih-benih padi Rojolele-mu.
Sejak Kapan Beras Rojolele mulai ada?
Tulisan pada sub
bab ini merupakan intisari tulisan seseorang yang berniat 'meluruskan' sedikit
sejarah tentang asal usul Beras Delanggu. Beliau yang menulis ini pada akhir tulisannya
menyampaikan berkali-kali rasa hormatnya bagi Gatot Surono untuk jasa-jasanya.
Tulisan di sub bab ini boleh hanya dijadikan sebagai pembanding sejarah beras
Delanggu.
[Baca Juga: Sejarah Delanggu Tempo Dulu]
".... Simbah dan Pak Dhe saya merupakan petani-petani padi di Delanggu Klaten. Bahkan
hingga kini saya mempunyai warisan sebidang tanah tegalan di Delanggu, tepatnya
dipinggir sawah.
"Setahu saya,
beras ROJO LELE sudah dikenal sejak dulu. Saya tidak bermaksut apa-apa, hanya
sekedar meluruskan, bahwa beras ROJO LELE bukan beras penemuan Pak Gatot
Surono. Mungkin dalam kontek ini, Pak Gatot hanya melanjutkan pelestarian bibit
padi Rojolele tersebut. Itu yang sebetulnya, beliau hanya melestariakan bibit
tersebut, meskipun beliau yang melambungkan nama beras Rojolele.
"Alm Pak Dhe
saya dulu juga mengeluh soal Orba yang memaksakan sistem pupuk kimiawi. Pak Dhe
saya tersebut secara diam-diam tetap menanam Rojo Lele. Tapi beruntungnya,
beliau tidak sampai berurusan dengan aparat jaman Orde Baru.
"Bu Fatmawati Sukarno dan juga Bu Rahmi Hatta, sewaktu Ibukota RI berada di Kota Yogya (tahun 1946-1949), setiap bulan pasti belanja beras Rojo Lele ke Delanggu, dengan naik mobil sedan (Chevrolet/Dodge (-?-)) warna hitam.
"Dulunya,
sejarah Rojo Lele dipelopori oleh mbahnya-simbah saya (mbah wareng), tepatnya
ada pada jaman pemerintahan Sunan Paku Buwono II-IV.
"Sekali lagi,
maaf, tulisan ini hanya sekedar meluruskan, dengan tetap menghormati
kepeloporan Pak Gatot. ...."
Jadi, beras Rojolele sebenarnya sudah ada jauh sebelum masa Pak Gatot, bahkan sudah ada sejak masa Sunan PB II, yang berarti juga sudah ada sejak awal-awal berdirinya Keraton Kasunanan. Hal ini juga diperkuat oleh sejarah yang menyebut bahwa sejak tempo dulu Delanggu memang sudah dipandang oleh Keraton Solo karena padinya yang bermutu, bahkan juga menjadi salah satu pemasok uwos dahar bagi Keraton. Saat ini, sudah ada varietas baru Rojolele hasil mutan yang dilakukan oleh Lapan dan Pemkab, yang berdasarkan info terbaru 'New Rojolele' ini lebih pendek masa tanamnya dari yang sekitar 160 hari menjadi hanya sekitar 105 hari, serta tingginya juga dipangkas dari semula 155 cm menjadi sekitar 110 cm. (Keseluruhan isi artikel ini ditulis dalam buku berjudul: nDalem Ladi Rahardjan - Delanggu)
Jadi, beras Rojolele sebenarnya sudah ada jauh sebelum masa Pak Gatot, bahkan sudah ada sejak masa Sunan PB II, yang berarti juga sudah ada sejak awal-awal berdirinya Keraton Kasunanan. Hal ini juga diperkuat oleh sejarah yang menyebut bahwa sejak tempo dulu Delanggu memang sudah dipandang oleh Keraton Solo karena padinya yang bermutu, bahkan juga menjadi salah satu pemasok uwos dahar bagi Keraton. Saat ini, sudah ada varietas baru Rojolele hasil mutan yang dilakukan oleh Lapan dan Pemkab, yang berdasarkan info terbaru 'New Rojolele' ini lebih pendek masa tanamnya dari yang sekitar 160 hari menjadi hanya sekitar 105 hari, serta tingginya juga dipangkas dari semula 155 cm menjadi sekitar 110 cm. (Keseluruhan isi artikel ini ditulis dalam buku berjudul: nDalem Ladi Rahardjan - Delanggu)
Demikianlah
sejarah keberadaan beras delanggu yang baru bisa saya tuliskan. Jika menurut
beberapa pembaca ada informasi yang belum tersampaikan atau mungkin ada informasi
yang salah maka bisa langsung berkomentar melalui kolom komentar di bawah.
Thanks for reading Sejarah Singkat Beras Rojolele Delanggu.
0 Komentar:
Post a Comment
Kritik dan saran dari para pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan artikel tersebut.