Maiyah dan Pagelaran Budaya Islam Yogyakarta
Quotes Kata Bijak Pengajian Cak Nun & Kiai Kanjeng di Purnabudaya UGM Yogyakarta dengan
tema Pagelaran Budaya Islam pada
Selasa 23 Juli 2013 (Selasa Pon, 15 Poso 1946 atau 15 Ramadhan 1434). #Universitas Maiyah
“Ada kelompok penari yang pentas tiap hari
selama 36 tshun berturut-turut dan mereka tidak merasa bangga, karena mereka
lupa padahal itu hebat. Mereka baru merasa bangga setelah diakui oleh MURI,
padahal MURI sendiri pentas sekali saja tidak pernah.”
“Jangan takut pada dogma. Saat sesuatu itu
harus diterapkan menggunakan dogma, maka mau tidak mau harus menggunakan dogma.
Dogma itu penting pada konteknya”
“Di dalam islam, dogmatisme-nya sebanyak
3,5 persen, itulah ibadah mahdhoh – jangan melakukan apapun saja, kecuali yang
diperintahkan. Dogma dalam islam itu hanya 3,5 persen ayatnya, di luar yang 3,5
persen itu tak perlu dogmatis – meskipun di dalam ibadah mahdhoh sendiri ada
dogma yang berbeda-beda karena informasi yang sampai juga berbeda-beda.”
“Hidup ini, waktunya harus liberal ya
harus liberal, waktunya fundamental ya harus fundamental, waktunya radikal ya
harus radikal, waktunya konservatif ya memang harus konserfatif. Tidak bisa
semuanya dalam hidup itu disikapi hanya secara liberal saja, atau hanya secara
radikal saja, dst.”
“Bid’ah itu berada di lingkungan 3,5
persen (ibadah mahdhoh), di luar itu tidak berlaku istilah bid’ah. Bid’ah itu
kalau: salat subuh yang seharusnya dua rakaat karena pagi-pagi tubuh sedang
fit-fitnya maka ditambah menjadi 12 rakaat; juga karena bulan puasa bertepatan
dengan ujian nasional maka puasa Ramadhan diundur 1 bulan – itu bid’ah. Kalau
di luar 3,5 persen tak berlaku bid’ah – membunyikan gamelan tidak apa-apa, yang
tidak boleh adalah membunyikan gamelan untuk mengiringi gerakan-gerakan dalam
salat. Dst.”
“Sekularisme ada dua tipe. Pertama, model
Perancis – yang pernah dipakai di Turki beberapa ratus tahun yang lalu, itu
sekularisme yang menolak agama dalam kehidupan. Kedua, model Eropa-Amerika
(non-Perancis), itu sekularisme yang memisahkan agama dengan kehidupan – seperti
menganggap sekolah, bekerja, makan, tidur itu urusan dunia dan bukan urusan
agama.”
“Religi atau tidak itu bukan masalah
budaya mana, tapi tergantung konteknya ke Alloh atau tidak.”
“Tata ruang Jogja itu, di sebelah selatan
ada Keraton sebagai pusat kekuasaan dan politik, di sebelah barat ada Masjid
sebagai pusat keagamaan, di utara ada Pasar Beringharjo dan Malioboro mewakili
pusat perdagangan dan ekonomi, dan di sebelah timur karena belum spesifik maka
sedang disiapkan untuk menjadi pusat kebudayaan – akan ada kampung budaya dan
fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung keberagaman kebudayaan Jogja agar bisa
tumbuh di sana.”
“Bedakan antara kasus syar’i dengan kasus
budaya. Secara syar’i tidak ada yang melarang bunyi gamelan di dalam masjid,
tapi secara budaya rasa tentu tidak elok kalau ada bunyi di dalam masjid selain
yang original keluar dari mulut.”
“Banyak sekarang ustad yang anti budaya.
Padahal pelaku agama harus mengikuti dan memperhatikan perkembangan kebudayaan,
harus peduli dengan penemuan-penemuan ilmu, dengan fisika, biologi, kimia dll.
Bagaimana bisa kita membagun masjid, menentukan mana kandungan air halal atau
haram, tidak mungkin bisa dilakukan tanpa kebudayaan dan teknologi.”
“Berdasarkan penemuan ilmu, air zam-zam
itu tidak akan habis kering hingga 300Milyar Tahun lagi tidak akan habis. – Ini
membutuhkan teknologi untuk mengetahui ini.”
“Menutup aurat itu adalah perilaku agama,
tapi untuk menutup aurat itu butuh budaya. Ada yang menggunakan celana, ada
yang sarung, ada yang hanya kain dililit-lilitkan, bahkan ada yang menggunakan
kulit binatang untuk dijadikan pakaian. Jadi, mustahil agama diterapkan tanpa
adanya budaya.”
“Tidak
bisa terjadi logika sesama makhluk mengkafirkan mensyirikan makhluk lain,
karena kafir syirik itu letaknya di dalam hati dan tidak ada yang bisa tahu isi
hati seseorang.”
“Majapahit mulai menurun dominasinya. Prabu
Brawijaya V dibangunkan kerajaan baru, itu dilakukan oleh Sunan Kalijaga atas
kesepakatan Walisongo. Maka dibangunkan kerajaan Demak dimana para tokoh dan
petinggi-petingginya adalah putra-putra dari Prabu Brawijaya sendiri dan
tokoh-tokoh majapahit – distribusi pembagian kekuasaan wilayah-wilayah diantara
anak-anak Prabu Brawijaya diatur oleh Sunan Kalijaga sendiri. Pertama, Sunan
Kalijaga memperkenalkan Islam ke Majapahit – memeperkenalkan islam (bukan
mengharuskan masuk islam) kepada kemiliteran hingga pembuat senjatanya seperti
Empu Supo, lalu selanjutnya ke keluarga Brawijaya sendiri, yang terakhir ke
dewan-dewan kerajaan Majapahit. Kedua, yang mau menerima maka melakukan bedol
negoro dari Trowulan ke Demak yang dipimpin oleh Sunan Kudus; Prabu Brawijaya V
mau masuk islam tapi tidak mau menggunakan atribut islam, sedangkan yang
menolak islam dipimpin oleh Sabdopalon Noyogenggong di sebelah selatan.”
“Tidak ada ustad berprofesi dakwah, yang
ada adalah semua orang berprofesi dakwah. Dan, dakwah itu memanggil yang belum
berperilaku islam berani berperilaku islam – bukan malah menjauhi yang belum
islam.”
“Sudah jelas epistimologinya; namanya
islam, alatnya iman, tujuannya aman, jalannya iman, pelakunya mukmin, doanya
aamiin.”
“Kategori negara maju dan negara berkembang
itu kan hanya buatan mereka. Kita disebut negara berkembang, terus Amerika
negara maju; itu parameternya kan menurut mereka. Jangan percaya! Itu semua
jaringan. PBB itu tidak serius, hadiah Nobel hadiah Oscar, itu semua satu jaringan;
karena menurut mereka memang kita tak boleh maju tak boleh kaya.”
“Tuhan satu, tidak membuat beberapa agama.
Tuhan satu, membuat agama satu. – Tuhan membuat membuat nabi Adam dan
nabi-nabi yang lain (badannya sebesar dan setinggi apa, usianya sampai berapa
ratus tahun, dst – itu berkenaan dengan proses pencarian manusia terhadap
Tuhannya), setelahnya Tuhan memberi beberapa informasi sampai memberi
Taurat, Zabur, Injil hingga Al-Qur’an – lihat
di post-post lainnya mungkin ada yang lebih lengkap.”
“Maka, inilah jilbab keputusan sejarah
kami, inilah furqon pembeda antara yang hak dan batil antara keindahan dan
kebusukan, batas antara baik dan buruk, benar dan salah. (Emha Ainun Nadjib – Puisi
Lautan Jilbab)”
Thanks for reading Maiyah dan Pagelaran Budaya Islam Yogyakarta.
0 Komentar:
Post a Comment
Kritik dan saran dari para pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan artikel tersebut.